Udlhiyyah memiliki dua definisi lughat (bahasa-red). Pertama, kambing yang disembelih di waktu matahari naik semakin tinggi saat siang hari. Kedua, kambing yang disembelih saat hari raya Idul Adha. Dalam istilah syariat, udlhiyyah memiliki pengertian hewan yang disembelih di hari Nahar dan memiliki kriteria tertentu, dalam rangka mendekatkan diri pada Allah swt. Tujuan pendekatan diri inilah yang melatarbelakangi udlhiyyah dikenal dengan sebutan kurban.
Tarikh menginformasikan kurban sebagai sebuah ibadah semenjak masa Nabi Adam as. Dua puteranya, Qabil dan Habil, telah mengawali tradisi kurban dengan mempersembahkan hasil peternakan dan pertanian kepada Allah Swt.


Pada periode selanjutnya, kurban terpotret dari perjalanan hidup Nabi Ibrahim as. Demi menjunjung tinggi perintah Allah swt, beliau telah melakukan kurban mengagumkan dengan menyembelih putranya, Ismail as. Berkat ketabahan dan keimanan dua sosok Nabi pilihan, Allah swt berkenan mengganti Ismail dengan wujud seekor kambing.. Tercatat dalam Al-Qur’an surat As- Shoffat ayat 103:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْىُ قَالَ يَا بُنَىَّ إِنِّى أَرَى فِى الْمَنَامِ أَنِّى أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: ”Maka ketika sudah sampai masanya, berkatalah Ibrahim kepada putranya, Ismail wahai putraku, aku telah mendapat wahyu perintah Allah dalam mimpiku, supaya aku menyembelihmu. Bagaimana pendapatmu?Maka Ismail menjawab : ‘Wahai Bapakku, laksanakanlah apa yang sudah Allah perintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan menemui diriku termasuk orang-orang yang bersabar”.
Momentum kurban pada masa Nabi Ibrahim as kemudian diabadikan oleh Allah swt dalam syariat Nabi Muhammad Saw. Firman Allah QS. An-Nahl ayat 123;
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya: “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan Dia bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”.
Dalil Dan Hukum Udlhiyyah
Udlhiyyah ditetapkan sebagai syariat pada tahun kedua setelah hijrah, tahun yang sama dengan penetapan Shalat Ied dan Zakat Mal. Hukum Udlhiyyah Menurut Jumhur (mayoritas ulama) sunnah muakkadah bagi muslim yang berakal, merdeka, mencapai taraf rusydu serta memiliki harta melebihi kebutuhan sehari semalam dan pakaian satu musim. Firman Allah dalam QS. AL-Kautsar ayat 02;
فَصَلِّ لِرَبِّك وَانْحَرْ
Artinya: “Dan shalatlah (Ied) menghadap Tuhanmu dan sembelihlah (kurban)”
Dalam HR. Muslim dari Anas bin Malik, beliau berkata;
ضَحَّى النَّبِيُّ e بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقَرْنَيْنِ
Artinya: “Nabi Saw pernah berkurban dua ekor kambing (domba) yang keduanya berwarna putih dan bertanduk dua”.
Kalangan Syafi’iyyah menambahkan, hukum Udlhiyyah adalah sunnah ‘Ain bagi orang yang tidak memiliki keluarga dan sunnah kifayah bagi yang berkeluarga. Maksud keluarga adalah mereka yang wajib ditanggung nafkah kesehariannya. Sedangkan makna sunnah kifayah adalah apabila salah satu dari anggota keluarga sudah menjalankan kurban, maka tuntutan sunnah gugur bagi yang lain. Namun bukan berarti semua anggota keluarga mendapatkan pahala, kecuali ada inisiatif dan niat menyertakan semuanya dalam pahala.
KlasifikasiUdlhiyyah
Secara umum udlhiyyah dibedakan menjadi beberapa bentuk, yakni;
1.Udlhiyyah Masnunah, yakni kurban sunnah yang disebutkan dalil dan hukumnya di atas.
2.Udlhiyyah Mandzurah, yakni kurban yang di-nadzari dan hukumnya wajib. Dibedakan dalam dua jenis;
a.Mandzurah Haqiqi, atau kurban nadzar yang hakiki. Jenis ini ada dua bentuk;
Pertama, Mu’ayyanah bi an-Nadzri Ibtida’an, adalah ketika seseorang mengucapkan ta’yin (menentukan) dengan bahasa nadzar saat membeli atau memilih hewan kurban pertama kali. Sebagaimana ucapan ;
لِلَّهِ عَلَيَّ أَنْ أُضَحِّيَ بِهَذِهِ الشَّاةِ
Artinya; “Wajib bagiku demi Allah, aku akan berkurban dengan kambing ini”
Kedua, Mu’ayyanah ‘an ma fi adz-dzimmah, ketika seseorang mengucapkan ;
لِلَّهِ عَلَيَّ أُضْحِيَةٌ
Artinya; “Wajib bagiku demi Allah seekor hewan kurban”
Kemudian setelah beberapa waktu, orang tersebut melakukan ta’yin (menentukan) hewan yang dipilih sebagai kurban dengan perkataan semisal;
عَيَّنْت هَذِهِ الشَّاةِ لِنَذْرِي
Artinya; “Aku tentukan kambing ini untuk nadzarku”
b.Mandzurah Hukmi, yakni kurban yang dianalogikan hukumnya dengan nadzar. Hal ini terjadi pada seseorang yang melakukan ta’yin (menentukan) hewan yang dipilih sebagai kurban tanpa menggunakan bahasa nadzar, seperti ucapan;
هَذِهِ الشَّاةِ أُضْحِيَةٌ
Artinya: “Kambing ini adalah hewan kurban” atau;
جَعَلْتُ هَذِهِ الشَّاةِ أُضْحِيَةً
Artinya; “Aku jadikan kambing ini sebagai kurban”
Syarat Dan Ketentuan Udlhiyyah
Dalam udlhiyyah digariskan beberapa syarat dan ketentuan tentang mudlahhi (orang yang berkurban), hewan, waktu, sistem pelaksanaan dan distribusinya.
1.Mudlahhi (orang yang berkurban)
a.Melakukan niat di dalam hati berbarengan dengan saat menyembelih atau saat melakukan ta’yin pada hewan kurban. Hal ini berlaku sebagai syarat sah dalam Udlhiyyah Masnunah, Mandzurah Mu’ayyanah ‘An ma fi Adz-dzimmah dan Mandzurah Hukmi. Sedangkan jenis Mandzurah Mu’ayyanah bi An-Nadzri, tidak disyaratkan adanya niat, baik saat menyembelih atau saat melakukan ta’yin pada hewan kurban. Niat juga sunnah diucapkan. Contoh niat;
نَوَيتُ الأُضْحِيَةَ المَسْنُوْنَةَ
Artinya; “Aku berniat menunaikan kurban sunnah”
أَدَاءَ سُنَّةَ التَضْحِيَةِ
Artinya; “Aku berniat menjalankan sunnah kurban”
نَوَيتُ الأُضْحِيَةَ الوَاجِبَةَ
Artinya; “Aku berniat menunaikan kurban wajib”
b.Niat dan penyembelihan Udlhiyyah boleh diwakilkan pada orang lain yang berstatus muslim dan mencapai taraf tamyiz. Contoh ucapan niat dari wakil;
نَوَيتُ الأُضْحِيَةَ المَسْنُوْنَةَ عَنْ فُلاَنٍ
Artinya; “Aku berniat menunaikan kurban sunnah untuk si fulan”
2.Hewan
a.Harus berasal dari jenis An’aam, yakni unta, sapi (termasuk kerbau), dan kambing, baik domba maupun jawa atau dari hasil persilangan dari tiga macam hewan ini.
b.Satu unta atau sapi maksimal digunakan kurban tujuh orang, baik ketujuh orang ini satu niat atau berbeda-beda niatnya, sebagaimana ketika seekor sapi digunakan tujuh orang, dua orang niat berkurban, tiga orang bermaksud menjual daging, dan dua orang lainnya hanya ingin menkonsumsi dagingnya. Kemudian satu kambing ditetapkan mencukupi hanya untuk satu orang. Mengenai hewan hasil persilangan, apabila terjadi antara unta dan sapi, maka masih mencukupi untuk tujuh orang. Berbeda ketika terjadi antara unta dan kambing, sapi dan kambing, atau kambing domba dan jawa, maka ditetapkan hanya mencukupi untuk satu orang saja.
c.Usia hewan mencukupi digunakan udlhiyyah, yakni onta sudah genap (bi at-tahdid) umur lima tahun, sapi dan kambing jawa harus genap umur dua tahun (musinah), serta kambing domba sudah genap berumur satu tahun (jadza’ah) atau sudah mengalami gigi tanggal sebelum usia satu tahun, setelah berumur lebih dari enam bulan. Sedangkan ketentuan umur untuk hewan hasil persilangan, adalah memilih umur yang lebih tua di antara dua hewan yang disilang.
d.Terbebas dari cacat yang berdampak mengurangi potensi konsumtif hewan, baik pada daging, lemak dan lain sebagainya. Seperti hewan yang buta sebelah matanya, terpotong lidahnya, menderita sakit sumsum dan lain sebagainya. Disebutkan lebih dari dua puluh macam penyakit dan kecacatan dalam berbagai referensi madzhab.
e.Dimiliki oleh orang yang menyembelih atau minimal mendapatkan izin dari pemiliknya. Sehingga ketika terjadi seseorang mengambil seekor kambing tanpa seijin pemiliknya, kemudian dia menyembelihnya diatasnamakan si pemilik, maka hal itu dianggap tidak sah, karena tidak ada izin. Atau diatasnamakan dirinya sendiri, maka hukumnya juga tidak sah, karena tidak adanya kepemilikan.
3.Waktu Pelaksanaan
Dimulai dari terbitnya matahari di hari Idul Adha, tepatnya setelah melewati masa yang cukup digunakan untuk shalat dua rakaat dan dua khutbah dengan ukuran paling minimal (aqal ma yujzi’u). Dan batas akhirnya adalah sampai tenggelamnya matahari di hari terakhir tasyrik, atau tanggal 13 Dzulhijjah.
4.Tekhnis Penyembelihan
Ada beberapa adab dan tahapan menyembelih kurban yang dianjurkan, baik sebelum maupun pada saat prosesi penyembelihan, di antaranya;
a.Mengikat dan mempersiapkan binatang kurban beberapa hari sebelum Idul Adha.
b.Menuntun hewan kurban dengan baik, tidak dengan cara yang keras atau dengan menarik kakinya.
c.Semenjak hari pertama bulan Dzulhijjah disunnahkan bagi mereka yang berkurban atau orang lain yang tahu, untuk tidak menghilangkan rambut di badan maupun di kepala, kuku, kulit dan hal-hal lain dari tubuh hewan kurban.
d.Yang lebih utama disembelih dengan tangan sendiri dan tidak diwakilkan.
e.Memposisikan hewan dengan tubuh sebelah kiri ada di bawah
f.Mengikat kaki hewan kurban selain kaki kanan
g.Menghadap kiblat
h.Membaca takbir tiga kali sebelum menyembelih
i.Membaca basmalah
j.Takbir tiga kali lagi
k.Membaca shalawat pada Nabi
l.Mengambilkan air minum bagi hewan
m.Niat dan berdoa dengan doa supaya kurbannya dikabulkan;
اللَّهُمَّ هَذِهِ مِنْكَ وَإِلَيْكَ فَتَقَبََّلْ هَذِهِ الأُضْحِيَةَ نِعْمَةٌ مِنْكَ عَلَيَّ وَتَقَرَّبْتُ بِهاَ إلَيْك فَتَقَبَّلْهَا
Artinya; “Ya Allah, kurban ini adalah dariMu dan (akan kembali) padaMu, maka terimalah kurban ini. Dan (kurban ini) adalah nikmat dariMu padaku, dan aku pergunakan untuk mendekatkan diri kepadaMu, maka terimalah”
5.Distribusi Daging Udlhiyyah
Dalam Udlhiyyah Tathawwu’ (sunnah) ketentuan distribusi daging adalah sebagai berikut:
a.Menyedekahkan sebagian daging dan memakannya sebagian. Dan lebih afdlal menyedekahkan keseluruhan daging dan hanya menyisakan sesuap atau beberapa suap dalam rangka mengambil berkah.
b.Sedekah dalam bentuk daging mentah
c.Memilih fakir miskin, bukan orang kaya
d.Tidak diperkenankan merusak dan menjual apapun, baik kulit, kepala dan lain sebagainya.
e.Tidak mengalokasikannya ke luar balad al-udlhiyyah (ke luar desa).
Sedangkan Udlhiyyah Mandzurah dan Mu’ayyanah ketentuan distribusi dagingnya adalah sebagaimana Udlhiyyah Tathawwu’, hanya berbeda dalam satu hukum, yakni wajib menyedekahkan semua daging dari hewan kurban dan tidak diperkenankan makan bagi mereka yang berkurban.
Problematika Udlhiyyah
1.Berkurban Untuk Orang Yang Sudah Meninggal
Mengenai hukum persoalan ini, kalangan Madzahib al-Arba’ah menyikapi sebagai berikut;
Apabila sebelumnya telah didahului pernyataan wasiat dari orang yang sudah meninggal, maka boleh dan sah. Namun jika pernyataan wasiat tidak ada, maka ulama berbeda pendapat. Kalangan Hanafiyah dan Hanbaliyah menghukumi diperbolehkan, yang digarisbawahi kalangan Malikiyah dengan makruh.
Di lingkungan madzhab Syafi’i, qaul Ashah yang dipelopori al-Baghawi, ar-Rafi’i, dan Ar-Rauyani menetapkan hukumnya tidak sah dan tidak boleh dilaksanakan. Dan menurut Abi Qasim Al-‘Ubadi hukumnya sah menjadi kurbannya mayit dan dinyatakan bermanfaat bagi mayit.
2.Solusi Bagi Mereka Yang Fakir dan Miskin
Menurut anjuran sebagian ulama, bagi orang-orang yang tidak mampu mengusahakan hewan-hewan seperti unta, sapi atau kambing, diperbolehkan dan dianggap cukup melaksanakan kurban dengan menyembelih binatang unggas seperti ayam, itik atau yang lain. Persoalan yang sama juga dianjurkan dalam Aqiqah.
3.Menjual Kulit Untuk Biaya Operasional
Mayoritas masyarakat ketika melaksanakan kurban menyerahkan penanganannya kepada pemuka agama atau panitia kurban setempat. Dalam hal ini, banyak terjadi praktek penjualan kulit hewan kurban seusai penyembelihan. Beberapa di antaranya dilatarbelakangi alasan untuk menutupi biaya operasional penyembelihan dan pembagian daging kurban, atau karena berasumsi bahwa kulit tersebut sudah menjadi miliknya.
Mengenai persoalan ini, ulama menjawab tegas bahwa tidak ada satu pendapat pun yang memperbolehkan kulit kurban dijadikan sebagai biaya operasional. Hanya ada satu pendapat yang dinilai keliru dan mengabaikan as-Sunnah, yang dipelopori oleh Hasan Bashri dan Abdullah bin Umair. Nabi bersabda dalam HR. Muttafaq Alaih dari Ali ra;
وَأَمَرَنِي أَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا شَيْئًا
Artinya: “Dan Nabi juga memerintahkan aku, agar tidak memberikan sesuatu dari kurban kepada orang yang menyembelih”.

0 komentar:

Post a Comment

 
Ma'unah Sari © 2017. All Rights Reserved. Powered by Ma'unah Sari
Top